Istihadhoh adalah hal yang sering dialami oleh sebagian wanita, yaitu darah yang keluar di luar kebiasaan, yaitu tidak pada masa haid dan bukan pula karena melahirkan, dan umumnya darah ini keluar ketika sakit, sehingga sering disebut sebagai darah penyakit. Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim mengatakan bahwa istihadhah adalah darah yang mengalir dari kemaluan wanita yang bukan pada waktunya dan keluarnya dari urat.
Perlu diketahui bahwa istihadlahnya wanita tidak mencegah kewajiban menunaikan shalat, karena istihadlah itu tidak sama dengan haid atau nifas. Akan tetapi istihadlah itu hukumnya sama dengan orang yang selalu menetes air kencingnya (beser kencing atau selalu mengeluarkan air madzi), jadi hal ini tidak mencegah kewajiban shalatnya.
Adapun cara menunaikan shalat bagi wanita mustahadlah adalah dengan melakukan empat perkara di bawah ini:
- Dia harus mencuci kemaluannya (vagina) sehingga bersih dari darah.
- Menyumbatnya dengan pembalut (softex) atau sesuatu yang lain. Jika tidak memberi rasa sakit, maka dia menyumbatnya (tempat masuknya kemaluan laki-laki) dengan kapas terlebih dahulu sebelum dibalut dengan softex, jika dia tidak sedang puasa, tetapi jika dia sedang puasa maka cukup baginya memakai softex saja.
- Berwudlu dengan niat istibahah, yaitu:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِاسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ
Atau dengan bahasa Indonesia “Saya niat wudlu supaya diperbolehkan bagi saya melakukan shalat” dan tidak sah wudlunya jika dia berniat untuk mengangkat hadats. Perlu diingat bahwa bagi mustahadlah tidak boleh berwudlu kecuali setelah masuknya waktu shalat tersebut, karena thaharah (bersucinya) wanita mustahadlah adalah thaharah yang darurat maka tidak boleh melakukannya sebelum masuk waktu darurat itu sendiri.
- Cepat-cepat melaksanakan shalat fardlu.
Setelah mengerjakan pekerjaan di atas, maka wajib baginya untuk segera melaksanakan shalat fardlu dan tidak boleh mengakhirkannya kecuali jika menundanya untuk kemaslahatan shalat seperti, untuk menutup aurat, menunggu shalat berjama’ah atau untuk pergi ke masjid dan lain sebagainya. Tetapi jika mengakhirkannya bukan karena kemaslahatan shalat, maka batallah wudlunya dan wajib baginya untuk mengulangi semua pekerjaan di atas.
Jika setelah disumbat dan ternyata darah masih merembes keluar maka hukumnya diperinci sebagai berikut:
- Apabila keluarnya karena banyaknya darah, maka hukumnya dimaafkan atau diampuni dan sahlah shalatnya dengan wudlu tersebut.
- Apabila keluarnya darah karena kurang kuat pembalutnya, maka tidak dimaafkan dan batal wudlunya serta wajib baginya mengulang semua pekerjaan di atas.
Jika darah berhenti ketika berwudlu atau setelahnya, baik itu sebelum shalat atau setelah sholat, maka batallah wudlunya dan dia wajib untuk mencuci kemaluannya dari darah untuk melakukan shalat dengan sempurna. Jika sebelum melakukan hal itu (mencuci kemaluan), dan wudlu dengan sempurna, kemudian darah keluar lagi, maka boleh baginya shalat dengan wudlunya yang pertama, dan sah shalatnya dan jika dia punya kebiasaan darah itu berhenti sesaat, dan sesaat itu cukup untuk melakukan thaharah dan shalat, maka wajib baginya melaksanakan shalat dengan sempurna, begitu pula jika dia yakin di akhir waktu shalat nanti darahnya akan berhenti, maka wajib baginya untuk mengakhirkan shalatnya ke waktu tersebut agar melakukan shalat dengan tanpa adanya hadats atau dengan sempurna.
– Dokumentasi Taklim Web Habib Segaf Baharun